RESOLUSI KONFLIK RUMAH TANGGA (Part 1)



Asis Muslimin, Psikolog

Suami: Ibu di kampung tidak ada yang menjaga. Usia juga semakin tua. Jadi papa akan membawa ibu tinggal bersama kita. Apa pendapatmu, ma?

Istri: Hah!! Apa pah? iiii…ibu akan tinggal di rumah kita? kalau bisa jangan deh pa? Mama kurang nyaman jika ibu tinggal bersama kita.

Suami: Lo emang kenapa ma? Mama tidak suka?

Istri (dalam hati berbisik): aduh…gimana ngomongnya ya? jika berterus terang dikira durhaka, tetapi kalau tidak, aku sendiri yang tertekan) ee.. papa kan tahu sendiri, sebelum kita pindah ke rumah ini, kita kan tinggal bersama ibu di kampung. Selama tinggal bersama, aku kerap berselisih dengan ibu, pa.

Suami: o...ya?

Istri: sebelumnya mohon maaf pa. Jujurly mama kerap dikecewakan oleh ibu. 

Ini contoh kecil aja ya pa. Kala itu, mama ingin masakin papa sop ayam. Menurut mama, siang-siang begini seger kali ya makan sop ayam. Papa pasti suka!

Eee..tiba-tiba ibu nyeletuk, “Rin…rin, kesukaan suamimu itu sayur lodeh bukan sop ayam. Bertahun-tahun bersama kok gak hafal-hafal kesukaannya sih?

Sejak kecil, suamimu itu kesukaannya tak berubah. Makan dengan sayur lodeh. Lauknya tempe goreng atau ikan kembung. Dihafalin dong, gimana sih!

Tiba-tiba saja, ibu langsung masak sayur lodeh, goreng tempe dan ikan kembung. Mama kan jadi bete parah, pa !

Seakan dunia menghujatku," Istri tak berguna! Makanan favorit suaminya aja tidak tahu. Bisanya apa sih lo?

Mama tuh inginnya sederhana kok pah. Cuma ingin membuat papa bangga memiliki istri seperti mama. Mama ingin masakin papa dengan kedua tangan mama sendiri. Itu aja!

Namun, selalu saja ibu mengambil alih dan ikut campur. Kejadian seperti itu tidak hanya sekali dua kali pa. Bahkan berkali-kali, berkali-kali !

Mama hanya bisa diam sekedar untuk menghargai ibu. Terus terang pa, mama merasa tersisih. Sebel !

Suami: Ma, kamu harus ngertiin ibu. Ibu mengurus papa sejak kecil sampai segede ini, sampai menjadi suamimu. 

Mama harus tahu, dimata ibu, papa tetaplah seorang anak kecil. Sampai kapanpun, Ibu akan menganggap papa sebagai anak kecil. 

Maka ibu ingin memastikan anaknya terpenuhi semua kebutuhannya seperti dulu tatkala papa masih anak-anak. 

Istri: Loh kan sudah ada aku, pah? Aku dikemanain? Terus mama ngapain, coba? Sekalinya mau masak aja salah dan langsung diambil alih ibu. Apa mama disuruh ongkang-ongkang kaki aja? Ceille…enak bener hidup mama!

Suami: Bukan begitu ma. Terkadang ibu itu masih sulit melepas anaknya yang sangat dicintainya untuk diurus oleh orang lain yang belum begitu dikenalnya. 

Terkadang beliau juga ragu apakah cinta kasih istrinya bisa melebihi cinta kasih yang beliau berikan selama ini. 

Itu tak lebih romantisme ibu kepada anak laki-lakinya aja. Mama jangan baper dong? Mama harusnya ngerti itu !!! 

Istri (mulai naik darah): Emangnya yang harus dimengerti cuma ibu doang? Mama juga pengen dimengerti ! Apakah permintaan mama berlebihan?

Mama ini istrimu lo pah! Tidak bisakah ibu ngertiin menantunya juga? Kenapa aku yang harus selalu ngertiin ibu? Kenapa pa? 

Jika istri mau meladeni suami dengan memasak untuknya, kenapa ibu harus turut campur? Bisa gak sih, ibu itu duduk-duduk santai aja sambil nonton TV? Tidak usahlah ikut masakin untuk papa. Biarlah mama yang urus papa !

Selama ini yang mama rasakan, papa selalu belain ibu. Aku juga butuh dimengerti Pahhh? Aku juga butuh dibela! Kapan papa mau ngertiin mama? Kapan !

Suami (marah): Tutup mulutmu! Mama selalu saja memojokkan papa jika pembicaraannya menyangkut dengan ibu. 

Asal kamu tahu ya, aku ini anak laki-lakinya. dan anak laki-laki itu milik ibunya bukan milik istrinya. 

Oleh sebab itu, aku harus menghormat ibu lebih dari segalanya. Begitulah Islam mengajarkan.

Istri: Memang betul anak laki-laki itu milik ibunya. Mama paham. Konsekwensinya dia harus menghormati ibu lebih dibanding yang lainnya. Itupun mama juga tahu.

Namun, apakah sekaku itu pelaksanaannya? Itulah yang membuat mama ragu.

Suami: Ragu gimana maksud mama?

Istri: Yahh…ragu aja! Jangan- jangan umatnya yang keliru menginterpretasikan nilai itu dalam kehidupan nyata. Sehingga kekeliruan tersebut menyebabkan nilai itu terlihat kaku. Padahal penerapan nilai itu bisa dengan fleksibilitas tertentu. Justru dengan fleksibilitas itu membuat nilai itu terasa sempurna dan mudah tervalidasi kebenarannya. 

Selain itu pa, terkadang kesakralan nilai itu justru dipakai sebagai sarana menyembunyikan misi tertentu sekaligus pembenaran atas sikap dan keputusannya. Jadi sekali mendayung, dua tiga pulau terlampaui.

Suami: Aneh argumentasimu ma?

Istri: aneh gimana? coba dianalisis pelan-pelan! Islam itu rahmatan lil 'alamin. Seluruh nilainya tidak ada yang kontradiktif satu sama lain. Prinsip-prinsipnya mengandung kemanfaatan yang dengan mudah dirasakan oleh semua makhluk di bumi ini. Tanpa terkecuali. 

Harusnya penerapan nilai tersebut tidak merusak penerapan nilai yang lain. Mestinya penerapan nilai itu tidak berkonsekwensi menghancurkan nilai yang lain. 

Justru penerapan nilai tersebut semakin menguatkan nilai yang lain. Bukankah begitu logika berfikirnya?

Contoh: niat awal ingin berbakti dan memuliakan ibu, tetapi pada waktu yang sama harus ada hati yang terluka, tergores dan teriris? 

Apakah tujuan semulia itu mempersyaratkan harus menggandeng musibah pada pihak lain?

Menjadikan ibu ratu pertama dihatimu, tetapi di lain pihak, ratu keduamu ini harus menanggung rasa sakit, terabaikan dan tersisihkan. (terlihat kelopak matanya mulai tergenang oleh airmata)

Kasihan bener menjadi istrimu, harus membayar dengan merasa tersisih terabaikan demi sebuah bakti kepada ibu. 

Apakah tidak bisa dua hal itu berjalan bersama dengan hak-haknya masing-masing? 

Istri: mama berkeyakin bahwa maksud dari nilai itu seperti yang barusan mama ucapkan. Dua ratumu ini tetap merasa termuliakan dengan hak-haknya masing-masing, tanpa harus mengorbankan salah satunya.

Papa juga harus tahu, bahwa mama juga butuh privasi. Meski itu Ibumu, beliau juga harus menghormati privasiku sebagai istri dari anak laki-lakinya. 

Suami: Stop!!! lancang kau bicara! Berani-beraninya kau menceramahiku! Dengar baik-baik, aku akan tetap membawa ibu ke rumah ini, titik. Terlepas kamu setuju atau tidak !

Istri (pertahanan akhirnya jebol juga. Air mata berurai membanjiri pipi): Silakan pa, Ini rumah papa. Papa yang beli semuanya. Mama hanyalah ibu rumah tangga yang tidak becus kerja sehingga tidak mampu membantumu secara finansial. 

Papa berhak melakukan apa saja di rumah ini. Termasuk siapa yang papa izinkan tinggal dan yang tidak. Silakan pa! Mama tidak menghalang-halangi.

Mama tahu diri kok! Mama sekedar nebeng di rumah ini. Silakan bawa ibu ke rumah ini. Biarlah mama yang menyingkir tinggal bersama orangtuaku. 

Suami (naik pitam): istri keras kepala!!! Dibilangin baik-baik malah melawan!

Istri: mama tidak melawan pa. sama sekali mama tidak berani. Mama hanyalah mengatakan apa yang seharusnya mama katakan. Mama juga berhak mendapatkan pengertian dan pembelaan dari papa, karena mama istrinya papa. 

Suami: Diam!!! Papa peringatkan," selangkah saja mama keluar dari rumah ini, jangan pernah kembali selamanya! Camkan itu! 

Istri: Astaghfirullahal 'adzim, laahaula walaa quwwata illabillah!!!

Dengan langkah gontai tak terarah, air matanya berderai mengucur deras membasahi pipi. Hatinya hancur berkeping-keping oleh ancaman yang takpernah mengira terucap dari bibir lelaki yang sangat dicintainya.

Dunia serasa runtuh. Jiwanya ambyar laksana sebuah rumah yang digoncang oleh amuk murka gempa berkekuatan 7 skala Richter 

Begitulah jika petaka mendera tatkala jiwa-jiwa dikuasai oleh ego-ego yang meraksasa.

To be continue

Posting Komentar untuk " RESOLUSI KONFLIK RUMAH TANGGA (Part 1)"