PETAKA AWAL PENGASUHAN



Asis Muslimin, Psikolog

Saya teringat quote kocak dari Gusdur. Beliau mengatakan,” Sabar itu tak ada batasnya, kalau ada batasnya berarti gak sabar. Gitu aja repot!

Dalam konteks realitas seorang ibu, tentu kesabaran itu ada batasnya. Minimal hal itu menunjukkan bahwa ia hanyalah manusia biasa yang terkadang bisa runtuh benteng kesabarannya

Maka, emosi ibu jebol juga setelah provokasi menyergap dari segenap penjuru mata angin.

Pagi hari dimulai dari update status FB tidak ada yang komen. Sepi layaknya kuburan di malam Jumat Kliwon. Kemana sih mereka, tak ada seorangpun yang komen. Besok ogah ah, kalau begini terus siapa yang gak bete, coba? Keluh sang ibu.

Siangnya, salah kostum ketika diajak suami kondangan. Sang suami, jailnya kumat,” bun, lihat deh nenek yang diujung sana, corak dan warna bajunya persis bajumu? Cie..cie..dari pesantren lansia mana nih?

Ih bete deh, ayah nyebelin! Kita pulang aja! Widih…kita kan belum ngerasain makanannya bun? buru-buru amat sih, kayak orang kebelet aja.

Untung ada penyanyi hajatan bernyanyi, “ bunda jangan marah-marah, takut nanti lekas tua, Ayah setia orangnya, takkan pernah mendua.

Marahnya pun surut sesaat karena takut tua. Kebayang aja kalau menua skincare bisa berubah menjadi frescare untuk kerokan.

Sepulang hajatan, anak-anak berulah. Mainan berantakan disana sini. Lipstiknya menjadi krayon untuk mencorat-coret gambar di tembok. Tanpa dosa, si anak berteriak," Ibunnnn!!! sini deh, lihat gambar adek! bagus kan? cakep kan?

Pehhh, biyyyuuhhh!! Adikkkk! bentakan ibu kepada anak menggema sampai seantero negri. ii…ii...itu lipstickuuu, Ayah, lipstikku hancur. Emosipun ambyar! Seketika mukanya bagai kepiting rebus. Merah menyala!

Langsung ia jewer dan cubit si anak, bahkan dengan cubitan cuiilikkk. Kebayangkan, sakitnya gimana? Kalo kue cubit sih enak, tapi ini kulit coyy!

Anehnya anak malah minta maaf. Mereka menyesal membuat ibunya murka. Kemudian mereka merajuk, “ibun maafin aku ya telah membuatmu naik pitam. Adek ngaku salah deh, tapi ibun jangan marah dong. Ntar cepet tua lo.

Ajaibnya setelah dimarahi, anak masih saja menggelendot tangan bunda. Apa sebabnya? Karena tabungan cinta yang ibu miliki masih melimpah.

Namun konsekwensi logisnya adalah terjadilah autodebet saldo cinta dari tabungan ibu. Belum sampai defisit sih, sehingga anak masih cinta, sayang dan merindukan ibunya.

Hal ini membuat anak tetap mencinta meski sedang murka, merasa kagum meski baru dihukum. Tetap merindu meski perih hati bagai teriris sembilu.

Menambah tabungan cinta berdampak saldo cinta semakin berlimpah. Namun kondisi itu mempersyaratkan ibu mampu memproduksi emosi positif. Sebaliknya jika ibu mengeluarkan emosi negatif, maka akan terjadi autodebet saldo cinta.

Jika emosi negatif yang konsisten keluar lama-lama ia bisa defisit juga. Apa yang terjadi setelahnya?

Anak akan lupa bagaimana rasanya mencintai dan merindu kepada ibunya. Kenangan indah itu seperti luruh dimakan bathara kala, hilang entah kemana.

Jika berlanjut, cepat atau lambat anak akan semakin muak melihat wajah yang dulu pernah dirindukannya.

Lalu Ia mencari kenyamanan diluar.

Padahal Ibu adalah sekolah pertama bagi anak-anaknya. Jika ditanya kriteria apa yang membuat anak betah sekolah tentu yang utama adalah keamanan dan kenyamanan.

Dalam konteks parenting, memang sekolah pertama terbaik bagi anak adalah ibu. Ini benar-benar sekolah idaman bagi anak.

Peran utama ibu sebagai sekolah bagi anak-anaknya adalah memberi rasa aman dan nyaman agar betah bersama. Bonding diperkuat untuk menjadi sosok terpercaya. Ketika masalah mulai menjarah, anak tak mudah curhat dengan orang lain, apalagi yang belum kenal.

Singkatnya ibu akan menjadi pelabuhan ternyaman bagi anak-anaknya tatkala resah gelisah gundah gulana mendera.

Tidak ada makan siang yang gratis. Ia selalu mempersyaratkan peran Ayah yang maksimal. Jika ibu sebagai sekolah, maka peran ayah adalah menjadi kepala sekolah.

Semua hal baik diatas jika tidak didukungan oleh ayah sebagai kepala sekolah maka jangan berharap itu semua bisa terjadi.

Ketika Ayah tak bisa hadir disaat ibu butuh maka Ibu akan mudah distress. Bahkan rasa itu mampu membunuhnya dalam sepi.

Semakin ayah cuek, maka ibu akan semakin jutek. Semakin ayah abay maka ibu akan caper dengan lebay.

Ayahlah yang bertanggung jawab menciptakan rasa aman dan nyaman bagi ibu dan anak-abaknya.

Ibu yang merasa tak nyaman biasanya cenderung emosional. Dia mudah marah, baperan, mudah ketriger hal-hal kecil. Emosinya meledak ledak kayak petasan di tahun baru aja.

Al hasil anak lebih betah nongki-nongki di kafe, mall, game station atau tempat hiburan lainnya.

Itu merupakan kompensasi klinis tatkala di benak anak tergambar ibu yang menyebalkan. Berubah wujud menjadi mak lampir emaknya grandong. Kerjaannya marah mulu, maksain kehendak dan yang paling parah adalah selalu mengenyangkan egonya tetapi dengan dalih itu kan semuanya untuk kebaikanmu! Jika si anak sudah terkena sindrom mommy is enemy tambah berabe urusannya 

By The Way, jika kita tracking secara cermat, semua yang terjadi di atas bukan kesalahan ibu semata. Ada pihak yang harus bertanggung jawab yakni kepala sekolah.  Tepatnya Ayah. Ia telah gagal memerankan sebagai kepala sekolah.

Ingat, salah satu tanggung jawab kepala sekolah adalah menciptakan kenyamanan bagi sekolah (ibu) dan peserta didik (anak).

Ayah yang seharusnya memikul tanggungjawab untuk memenuhi kebutuhan batin ibu agar ia tenang, damai dan Sentosa.

Ibu akan bisa memberi rasa nyaman bagi anaknya jika kebutuhan batin si ibu juga terpenuhi.

Menurut penelitian, Perempuan yang sehat jiwanya, minimal mengeluarkan 20.000 kata per hari. Jika berkaca pada hasil penelitian itu, maka percayalah tidak ada wanita yang pendiam, jika ia mendadak diam yang harusnya cerewet, besar kemungkinan ia sedang terluka hatinya. Ini menjadi warning bagi Ayah.

Jika yang terjadi sebaliknya maka anak akan memperoleh cipratan sampah emosi dari ibu. Terkena sampah emosi negatif terus akhirnya menyebabkan kejenuhan dan ketidaknyamanan ringkat tinggi. Dampaknya anak akan terus menghindar dan melupakan rasa rindu. Kini nyala itu mulai meredup dan nyaris mati.

Inilah petaka awal pengasuhan Ketika ibu sudah tidak dirindukan anak lagi.

Klaten, 8 Juni 2024

Posting Komentar untuk "PETAKA AWAL PENGASUHAN"