Parenting - Ayah Azis part 2



Part 2 

Lanjutan sesi tanya jawab dengan peserta asal betawi dalam sebuah acara parenting akbar dan halal bii halal


Peserta: Ya tapikan sulit pak!!! Emang semudah itu memaafkan seperti yang dikatakan di tivi tivi? Hadewww enak bener die ngomong !!!


Gue kagak habis pikir ya pak, diacara ceramah agama, motivasi gampang bener mereka mengatakan ikhlasin aje, maafin aje, toh itu masa lalu. Sudah lupain aje, kite fokus aje menatap masa depan!!! Settt dah!!! Coba mereka ada diposisi gue, bisa kagak die ngomong begono?


Psikolog: Heee... Calm down, Chill bu, Mereka kan tugasnya menyampaikan kebaikan masak sebaliknya sih!!!


Btw, saya memahami kesulitan ibu. Memang tidak mudah melakukan pemaafan dan pengampunan. 


Makanya saya katakan di depan, setelah kita berdiskusi tentang pemaafan ini, perkara ibu mau memaafkan dan mengampuninya atau tidak itu urusan ibu. Murni pilihan ibu senderi !!!


Cuman yang ingin saya katakan selanjutnya adalah tentang analogi orang-orang yang tidak mau memaafkan. 


Orang-orang yang tidak mau memaafkan itu ibarat orang yang terkena sabetan clurit tetapi dia tidak mau mencabutnya dan dibawa kemana mana. Hingga rasa sakit itu selalu menyertainya kemanapun dia pergi. 


Bahkan jika dibiarkan terus ia akan semakin menganga, terinfeksi dan bernanah. 


Peserta: Trus, gue kudu gimana nih?


Psikolog: Apakah ibu mau mencabut clurit itu atau membiarkan terus menancap di tubuh ibu, kembali lagi itu pilihan ibu!!! Up to you!!!


Peserta: Busyettt dah!!!! ngeri amat yak konsekwensinya.


Tapi sulit sekali pak, gue jadi bingung!!! (sambil bermuka melass dan berusaha membendung laju air mata).


Psikolog: Tenang dulu bu. Tidak ada yang mengejar-ngejar ibu untuk segera memaafkannya. 


Ibu juga perlu tahu nih, kapan waktu yang tepat untuk melakukan pemaafan atau pengampunan?


Waktu memaafkan yang tepat adalah jangat terlalu cepat dan juga jangan terlalu lama.


Peserta: maksudnya?


Psikolog: jangan terlalu cepat sebelum ibu memahami duduk masalahnya sehingga ibu tahu posisi dia dan ibu. Selain itu jangan cepat memaafkan sebelum merasakan keterlibatan emosi di dalamnya


Tetapi jangan juga terlalu lama karena dampaknya akan membuat sistim fisik dan psikis ibu babak belur.


Dalam tingkat biasa, ibu terkadang merasakan tiba-tiba saja migren menyergap, pusing tidak tahu penyebabnya, nangis tidak tau juntrungannya dan pada tingkat ekstrim bisa jadi psikosomatis melanda.


Peserta: Tapi kenapa ya pak, pikiran gue selalu melarang gue mengampuninya? Ya Tuhannn, kenapa aku ini (akhirnya pertahanan mulai runtuh, bulir-bulir air mata mulai meleleh tumpah ruah)


Psikolog: Waduh....ibu menangis? Diliatin banyak orang lo? Tenang dulu ya bu. Saya memahami perasaan ibu saat ini.


Peserta: Maaf pak, saya kagak kuat!!!


Psikolog: Coba ibu tenang dulu, dan sekarang kita akan menelusuri kenapa pikiran ibu selalu melarang memaafkannya untuk melakukan pengampunan.


Mari kita mulai berbicara tentang akar ketidakbahagiaan. Dengan melihat dimana akar ketidakbahagiaan dimulai kita dapat bergerak menuju cara yang sangat berbeda dalam memandang dunia. 


Tempat yang baik untuk mulai penjelajahan ini adalah dengan melihat bagian dari diri kita yang percaya bahwa kebahagiaan kita terletak pada hal hal diluar diri kita atau aspek eksternal kita. 


Saya suka menggunakan istilah ego untuk menggambarkan bagian diri kita yang sangat peduli kepada hal hal eksternal. 


Dia akan membisikkan semakin kita mempunyai uang banyak maka hidup kita semakin akan bahagia, fiks! 


Pada realitas pendek mungkin benar bisikan itu dan siapa orangnya sih yang tidak ingin memiliki uang banyak? Saya, ibu dan seluruh yang hadir di ruangan ini pasti menginginkan itu. Tidak munafik, iya. 


Tetapi kalau kita dalami lagi realitas panjangnya maka bisikan itu juga menyesatkan. 


Kita tidak pernah berfikir dampak dari mempunyai uang banyak akan tergoda untuk mempunyai keinginan yang banyak juga. 


Gaya hidup akan mulau beda tuh. Ini saya tidak menjeneralisir semua orang ya. Mungkin ada sebagian orang yang berkebalikan.


Ya kalau gaya hidupnya bener sesuai aturan agama misalnya, tetapi kalau gaya hidupnya keluar dari rel itu apa yg terjadi? 


Hidup kita justru akan semakin blangsak. 


Semakin haus dengan keinginan baru, putus asa tidak bisa mengejar keinginannya yang tak bertapal batas sementara sebanyak banyak uang yang dimiliki pasti bertapal batas. Akhirnya semakin banyak uang semakin membuat tidak bahagia.


Jadi bisikan ego itu tidak selalu bener bahkan banyak menyesatkannya.


Tetapi kita sering mengamininya dan ketika fakta yang terjadi tidak seperti yang kita harapkan kita marah dan kecewa. 


Trus tidak cukup sampai disitu, ego kembali membisikkan lagi widih... kamu itu selalu kalah ya? Selalu pada posisi menjadi korban! memang  dunia itu kejam!!! hidupku selalu tidak beruntung? Kenapa ya aku selalu gagal? Dst...


Ego juga tidak jarang memblokade pintu pintu kebahagiaan kita lo bu. Jangan salah! 


Gimana Ibu akan bahagia jika ego ibu hanya membisikkan berfokus pada satu pintu yang tertutup dan itupun diluar diri kita , sementara didalam diri, kita mampu menciptakan pintu pintu yang terbuka yang siap dimasukin oleh kita kapanpun dan dimanapun. Tetapi sayang kita mengabaikannya!!!


Peserta: Aku semakin paham pak.


Psikolog: baik, kita akan tarik analogi itu kepada pikiran ibu yang sulit memaafkan.

(Sambil menghela napas) melanjutkan pembicaraan ini. Eee begini ya bu,....


To be continue

Posting Komentar untuk "Parenting - Ayah Azis part 2"