Parenting - Ayah Azis
Azis Muslimin,
Dalam sebuah sesi tanya jawab di
acara kegiatan parenting Akbar, ada walimurid yg berasal dari Betawi bertanya.
Begini tanya jawabnya:
Peserta: Pak, kenapa sih gue
harus memaafkan die? Padahal kesalahan die itu, bujubuneng!!! Gedeee banget,
hati gue sakit!! (sambil mengelus dada)
Psikolog: Sekarang saya kasih ibu
analogi kenapa seseorang itu harus memaafkan. Perkara nanti ibu mau memaafkan
atau tidak, terserah ibu. Itu murni pilihan ibu sendiri. Silakan saja !!!
Sekarang saya tanya kepada
ibu, jika ada seseorang yang melemparkan
api ke rumah ibu, apa tindakan pertama yang akan ibu lakukan? Mematikan api
atau nguber si pelempar api sampai dapet lalu itu orang pukulin rame rame?
Peserta: Tentu gue matiin api
dulu dong? Ya kan?
Psikolog: Mengapa ibu lakukan
itu?
Peserta: Yaelah, pake nanya
lagi!! Jelas harus dimatiin dulu dong, sebab jika tidak, api itu bisa menjalar
kemane mane. Rumah gue dan seisinya bisa ludes dimakan tu api. Bisa berabe deh
urusannya!!!
Psikolog: Baik, sekarang jika ada
seseorang yang melempar api ke hati ibu, kira kira apa tindakan pertama kali
yang akan ibu lakukan? Matiin api dulu atau nguber si pelempar api? Coba jawab
dengan jujur!!
Peserta: Busyeet..kena deh gue!!!
Psikolog: Seperti itulah
memaafkan ibu!!!
Peserta: Tapi kan memaafkan itu
tidak semudah membalikan telapak tangan? Kalau ada yg mengatakan mudah, itu
boong besar!! Sok-sokan tuh orang !!!
Psikolog: Betul. Siapa juga yang
mengatakan mudah?
Memutuskan untuk benar-benar
memaafkan itu butuh proses bergelut dengan pikiran, perasaan, spiritual. Jika
perlu bertempur dengan ego yang sedang meraksasa. Kompleks dan rumit !!!
Nah sekarang saya akan bertanya
lagi kepada ibu?
Kira kira apa yang menyebabkan
pikiran ibu sulit bahkan enggan untuk memaafkan?
Peserta: Nih kita jujur- jujuran
aja ya pak, jangan muna deh, sok-sok bijak, mengatakan maafkanlah, ikhlasin
aja? Sulit tahu!!!
Padahal jika mau jujur lagi
bibirnya sudah berkata memaafkan tetapi jika teringat aktor dan peristiwanya
emosinya masih mendidih parah. Iya kan? Memaafkan kagak tuh namanya?
Gini nih pak, kenapa gue enggan
memaafkan die karena gue berfikir, enak bener dia dapet maaf dari gue setelah
apa yang die lakuin ke gue?
Dia telah membuat gue terpuruk
mampus, masak sih dikasih bonus tambahan dengan memaafkan! Enak betul die.
Gilaaa!!!
Psikokog: Mungkin ibu terlalu
imajinatif. Apakah ibu tahu persis dan mempunyai bukti bahwa dia mendapatkan
keuntungan setelah ibu maafkan?
Bisa jadi dia cuek bebek loo bu!!
Tidak peduli ama ibu. Bahkan mungkin dia tidak menyadari jika perbuatannya itu
membuat ibu terluka.
Lagi pula ibu, sebenarnya
memaafkan itu tidak ada kaitan sama sekali dengan orang lain.
Memaafkan bukan untuk orang lain
tetapi untuk diri ibu sendiri. Itu aktivitas pribadi, privat dan tidak perlu
dipublikasikan dan tidak perlu orang banyak tahu kalau ibu sudah memaafkan
Peserta: iya sih, tapi bukannya
memaafkan itu termasuk bentuk ketidakmampuan membela hak-hak gue sendiri? Ya
dong???
Berarti Gue pribadi yang lemah
dong, bahkan hak-hak gue dilanggar aja tidak mampu membelanya.
Psikolog: Apakah membela hak-hak
yang dilanggar hanya dapat dilakukan dengan emosi marah dan dendam?
Sementara pada waktu yang sama
diri anda semakin tersiksa dan terpuruk!!! Setiap hari energi ibu terkuras
untuk memperbesar kemarahan sekaligus memasukkan emosi negatif dalam dendam
kesumat ibu!
Bukankah lebih baik mempertahankan hak-hak anda yang terlanggar dengan melepaskan diri dari rasa marah dan dendam?
Selain itu, coba deh ibu berfikir pelan-pelan!
Mempertahankan kemarahan sambil membela hak-hak ibu yang terlanggar bukankah justru ibu melakukan hal-hal yang paradoks?
Disatu sisi ibu ingin membela hak-hak ibu yang terlanggar tetapi pada waktu yang sama ibu justru tidak menghargai hak-hak ibu sendiri untuk hidup tenang, damai dan bahagia?
Kalau seperti itu siapa sebenarnya yang dirugikan?
Peserta: Matii deh gue, dua kali kena!!! Ya tapikan?????
To be continue!!!
Posting Komentar untuk "Parenting - Ayah Azis"