ANAK-ANAK YANG MENYEJARAH: MEMBANGUN PERADABAN Part 2


 

Tulisan kedua

 

Oleh Mas Gun

 

Berita tentang suami yang meninggalkan seorang istri dan anak yang masih bayi di sebuah lembah yang tidak ada tanam-tanaman. Tidak ada rerumputan. Tidak ada sumber air. 

 

Jauh dari kehidupan peradaban manusia.Tak ada siapa-siapa. Kecuali hanya mereka. Tak ada sarana transportasi apalagi alat komunikasi. 

 

Berita ini pasti akan menjadi headline news di media-media mainstream. 

 

Apalagi jika ia adalah publik figur yang terkenal. Terkenal dengan aktifitas keagamaan nya. 

 

Bisa dipastikan, berita ini akan viral dalam hitungan hari bahkan bulan. 

 

Ditambah lagi, jika dikupas dan dibahas di media-media gosip yang katanya semakin digosok semakin sip.

 

 

Bakalan rame pasti.

 

Judulnya pun pasti akan sangat bombastis. 

 

 

Misal judulnya begini,

 

 

SUAMI TEGA SAMA ISTRI DAN ANAKNYA YANG MASIH BAYI

 

 

LELAKI DURJANA, HABIS MANIS SEPAH DIBUANG

 

 

SUAMI ...BLA BLA BLA

 

 

Silahkan ditambahkan sendiri.

 

 

Cerita diatas memang benar adanya.

 

Dulu 2000 an tahun SM, kisah diluar nalar ini sungguh benar-benar terjadi.

 

Tapi memang, episode kepahlawanan terkadang berawal dari sesuatu yang diluar nalar manusia. Inilah sebuah episode yang luar biasa.

 

 

Membangun sebuah peradaban.

 

 

Menyambung kisah sebelum nya.

 

 

Saat sang suami sudah tidak terlihat lagi sosoknya. Sang istri masih mendekap sang buah hati. Lirih lisannya berucap,

 

"Jika ini perintah Allah. Pasti Allah tidak akan pernah menyia-nyiakan kami."

 

 

Perkataan  yang benar sebagai tanda bukti dari kuatnya keyakinan. Keyakinan tanpa keraguan. Itulah iman.

 

 

Kekuatan iman. Jika kekuatan iman sudah menyeruak di permukaan, mengejawantah dalam laku perbuatan. Ia akan menjadi kekuatan yang maha dahsyat bagi sang empu-nya iman.

 

 

Tiga hari setelah kepergian sang suami, semua perbekalan pun habislah sudah. Tak ada kurma. Tak ada gandum. Tak ada air.

 

 

Sejak tadi sang buah hati mulai menangis. Jatah susunya sepertinya mulai habis.

 

Bisikin naluri menggerakkan kakinya tuk melangkah. 

 

Mencari air.

 

 

Sederhana saja. Ia hanya membutuhkan air untuk menyambung kehidupan saat itu. Diliatnya diatas bukit sana. Ada terlihat butiran-butiran air yang dicarinya. 

 

Ia melangkah dengan sedikit tergesa. Ia berlari-lari kecil ke atas bukit itu. Sesampainya di sana, ternyata air itu sama sekali tidak ada.

 

Ia hanyalah fatamorgana.

 

Kecewa? mungkin ia kecewa karena ternyata air itu tidak ada disana.

 

Putus asa? Tidak. Wanita itu tidaklah putus asa.

 

Diseberang bukit satunya. Ternyata disana nampak di bola matanya, butiran-butirqb air yang dicarinya.

 

 

Ia berbalik dan berlari kembali ke bukit satunya. Berlari-lari kecil sekuat kemampuannya. Kemampuan seorang wanita.

 

Sesampai di bukit itu, ternyata air yang dicarinya tetap tidak ada.

 

Ia hanyalah fatamorgana.

 

Kecewa? Mungkin ia kecewa karena air itu tak ditemukan nya.

 

Putus asa? Tidak. Ia tidak putus asa. Sesaat ketika ia melihat bukit yang tadi ia tinggalkan, ternyata butiran-butiran air itu ada sana. 

 

Ia berlari lagi. Sekuat kemauannya. 

 

Tak terasa.

 

Sudah tujuh kali ia berlari diantara dua bukit itu. 

 

Mencari sumber air untuk menyambung kehidupan nya.

 

 

Peluh telah membanjir. Capek luar biasa. Kerongkongan nya dah sedari tadi kering.

 

Kakinya sudah tidak kuat lagi untuk diajak berlari.

 

Batasan maksimal telah ia lampaui.

 

Wanita itu terduduk tersimpuh disamping sang buah hati.

 

Matanya gerimis. Tangisan sang buah hati sungguh memilukan hati. 

 

Tapi ia sudah tidak sanggup lagi. 

 

Mencari air untuk sang buah hati.

 

Inilah pembuktian iman. 

 

Keyakinannya pada Allah tak sedikitpun berkurang. Justru semakin mengeras dan membaja.

 

Disinilah Allah mencurahkan karunia dan kasih sayang Nya.

 

Terkadang melalui jalan yang diluar nalar manusia. 

 

 

 

Tangis sang buah hati semakin menjadi. Kakinya terus  menghentak. Justru disinilah keajaiban itu bermula.

 

Dari hentakan kaki sang bayi, air memancar.

 

Pancaran airnya semakin deras. Hingga meluap kemana-mana.

 

Sang ibu takjub. Spontan ia menghimpun air itu. 

 

Ia bergumam dengan lirih. Zam-zam. Zam-zam. Mengumpul. Mengumpul.

 

Jadilah sebuah mata air.

 

Dikemudian hari, airnya kita kenal dengan  air zam-zam.

 


Posting Komentar untuk " ANAK-ANAK YANG MENYEJARAH: MEMBANGUN PERADABAN Part 2"