Ramadhan, Ayah dan Soko Guru Dunia (bag. 1)



By Pak Syam

Saya punya tiga pernyataan yang saya optimis kalian semua bakal setuju.

Pertama, Ramadhan adalah bulan mulia, penuh rahmat dan bisa menjadi sarana tarbiyah yang dahsyat.

(+) Setuju kan ?

(-)  Ya mesti setuju lah !

 Yang kedua, ayah memiliki pengaruh besar dalam pendidikan anak.

 (+) Setuju kan ?

 (-) Setuju dong !

Yang ketiga, Islam adalah agama full rahmat, dan rahmatnya diperuntukkan bagi seluruh alam.

Penyebaran rahmatnya ke seluruh alam akan sampai ke puncak optimalnya, jika Islam sudah berada di level soko guru dunia (ustadziyatul alam).

 (+) Setuju kan ?

 (-) Setujulah pastinya.

 (+) Deal ya, tiga pernyataan itu disetujui semua ya.

 (-) Deal …

 Oke kalau begitu fixed, bahwa saya punya tiga modal utama untuk melanjutkan coretan ngasal ini.

 Pertama Ramadhan adalah sarana tarbiyah yang dahsyat.

 Kedua ayah memiliki pengaruh besar dalam pendidikan anak.

Ketiga, kita mesti memperjuangkan agama Islam sampai di level soko guru dunia.

Tapi sebelum lanjut, saya masih punya satu pernyataan lagi.

Begini pernyataanya, kalau ketiga pernyataan dahsyat di atas kita miliki secara bersama-sama maka kolaborasi dari ketiganya akan membuat islam yang meski pelan tapi pasti tengah berproses menuju level soko guru dunia.

  Power umat ini akan dahsyat dan imbasnya izzul islam wal muslimin (kejayaan islam dan umatnya) langsung meroket.

   (+) Setuju kan ?

 (-) Harusnya sih begitu.

 (+) Kok harusnya begitu ?

 (-) Ya karena realitanya kolaborasi ketiganya tidak menghasilkan power yang berarti, apa lagi sampai dahsyat, terus bikin izzah umat jadi meroket

 Gak ada itu, emang roket dari Hongkong ?

 (+) Lah kok situ jadi sewot begitu ?

 (-) Situ bikin gara-gara saja, pakai meroket-meroket segala.

(+) Lah kan saya cuma nanya.

(-) Iya nanya tapi yang masuk akal dong !

(+) Lo ini masuk akal banget.

(-) Gak … itu gak masuk akal, itu cuma masuk usus aja.

(+) He he  masuk usus gimana ?

(-) Mustahail saja lah pokoknya.

(+) Saya kasih ilustrasi kolaborasi yang dahsyat ya.

Misalnya pas ba’da maghrib nanti saya punya nasi putih hangat sebakul, sate kambing muda tanpa lemak lima puluh tusuk dan sepanci sup kaki kambing panas. Hhmmm yummy …

Lalu saya mengambil dua centong nasi pulen itu, sepuluh tusuk sate empuk itu dan semangkuk sup kaki kambing panas itu.

Ketiganya saya kolaborasikan dalam satu piring makan.

Bisa diduga hasil, pastinya dahsyat kan ?

(-) Ya kalau itu memang kolaborasi yang dahsyat. Tapi yang tadi nggak. Karena kondisinya beda.

Ibaratnya sepiring nasi hangat, ditambah sepuluh tusuk sate kambing balibul plus semangkuk sup kaki kambing, tapi gak bisa menggugah selera. Kedengaran memang aneh sih, tapi realitanya begitu.

(+) Pasti ada yang tidak beres ini kan ?

(-) Jelaslah ada yang gak beres.

(+) Mungkin sakit gigi.

(+) Mungkin sedang masuk angin.

(+) Mungkin karena banyak utang.

(-) Bisa jadi, sehingga makanan enak bergizi itu gak punya daya gugah yang berarti.

 Tapi itulah kira-kira kondisi umat saat ini. Dia memiliki Ramadhan, ayah usia produktif dan islam yang potensial menjadi ustadziyatul alam (soko guru dunia), secara bersama-sama.

Tapi kenapa kolaborasi ketiganya masih melempem ?

Terbukti;, umatnya masih banyak yang terbelakang, negara yang mayoritas penduduk muslim indeks korupsinya malah tinggi, tingkat pendidikan tertinggal.

Dan yang lebih parah Israel yang hanya berpenduduk belasan juta orang itu petentang-petenteng membombardir Gaza, tanpa ada negara yang berani menghentikan

Mana power dahsyatnya kolaborasi negara-negara islam ? Ada apa dengan mereka ?

(-) Mungkin mereka sedang sakit gigi.

(-) Mungkin sedang masuk angin.

(-) Mungkin banyak utang.

(-) Bisa jadi, sehingga tiga variable dahsyat itu gak punya daya gugah secara memadai.

Padahal kaum muslimin penghuni bumi ini jumlahnya tak kurang dari dua miliar lo.

Masa iya dua miliar orang bisa sakit gigi bareng, kompak masuk angin berjama’ah, kebanyakan utang barengan ?

Mustahil kan dua miliar orang gak bisa memaksa kepala negaranya untuk bertindak ? 

Temon, Kulonprogo, 6 Maret 2024.

 


Posting Komentar untuk "Ramadhan, Ayah dan Soko Guru Dunia (bag. 1)"