AYAH YANG MATANG



Oleh : Ayah Syam

(Komunitas Ayah Keren)

Kemarin pas pulang dari rumah mertua, saya bawa oleh-oleh buah alpokat. Ini salah satu buah kesukaan saya. 

Kata orang-orang, buah ini kaya akan lemak, tapi aman buat kolesterol. 

Dan satu lagi yang penting; rasanya enak, terutama alpokat mentega (begitu orang kampung saya menyebutnya). Ada manis-manisnya, juga gurih dan legit.

Buat saya makan buah sehat yang rasanya enak itu penting.

Buah yang kaya akan vitamin C tapi rasanya asem banget saya kurang minat. Makanya belimbing sayur saya nggak suka.

 Saya lebih suka jeruk baby yang rasanya manis. Enak rasanya dan kandungan vitaminnya C tidak kalah sama belimbing sayur.

Ternyata selera makan buah seperti ini, mempengaruhi cara berfikir saya. Mungkin manis dan asem itu bergerak, merambat dari lidah ke otak. Makanya pas buka pengajian di you tube, jadi terpengaruh pilih yang banyak vitamin C nya plus berasa manis. 

Di You Tube kan banyak ya chanel pengajian yang diampu orang-orang hebat. Konten pengajian mereka isinya daging semua.

Nah diantara sajian menu full daging itu saya biasanya lebih betah untuk bertahan di chanel yang cara penyampaiannya kalem, berbasis nas berpadu dengan nalar, tidak meledak-ledak apalagi provokatif.

 Jadi ibaratnya, di depan saya tersaji buah belimbing sayur dan jeruk baby lah. 

Sama-sama memiliki kandungan vitamin C yang tinggi, tapi keduanya tampil dalam rasa yang berbeda, kontras malah.

 Satunya asem banget satunya manis menyegarkan. Saya pilih jeruk baby, yaitu pengajian berkelas yang disampaikan dengan elegan, memadukan nas dan nalar, menghidupkan iman dan rasio sekaligus.

 Oiya pengajian yang bernas dan berkelas seperti ini, biasanya tidak lahir ujug-ujug lo. 

Biasanya yang beginian ini nara sumbernya orang-orang yang secara intelektual sudah matang. Dia berpikirnya sudah di tataran filosofis, bukan semata-mata aspek formalnya saja. Biasanya begitu.

Intinya, bahwa kematangan itu penting. Baik kematangan jiwa; ilmu, emosi, keyakinan maupun fisik. Ya seperti matangnya buah alpokat. Kalau matang dia memiliki rasa yang legit. 

Coba gigit alpokat yang masih mentah, pait to ?

Kalau ayah yang matang, perlu juga ?

Perlu banget dong, biar gak menjadi ayah yang pait bagi anak-anaknya. Iya kan ?

Gimana caranya menjadi ayah yang matang ?

Yo kita kenali penampakannya. Ciri mereka kata para pegiat parenting ada beberapa, sebagiannya kayak gini :

Pertama penuh kasih sayang kepada anak-anaknya.

 Syukur-syukur kalau kasih sayangnya bisa diekspresiakan secara kasat mata, ini lebih bagus. 

Kalau anda bukan berjenis ayah yang ekspresif, mungkin hal ini agak suah untuk dilakukan.

 Jika anda masuk dalam kategori ini, biasanya luapan kasih saying akan tertahan di langit-langit hati saja. Ini kurang lengkap, alias ayah matang setengah  he he …

Yang kedua memiliki rasa tanggungjawab yang tinggi. 

Ayah yang matang dia akan berprinsip bahwa; apapun yang terjadi dengan anak saya, sayalah ayahnya. 

Jika pada anak kita adalah kebaikan maka kita syukuri sebagai anugerah Allah. 

Tapi jika hal negative yang menimpanya, maka sebagai ayah kita turut menjadi subjek yang bertanggungjawab atasnya. 

Bukan malah menyalah-nyalahkan anak saja, tanpa mencari Solusi.

Ketiga memberi rasa aman.

 Anak-anak kita lahir dalam kondisi fitrah. Dia lahir dengan potensi kebaikan yang sangat banyak.

Untuk mengembangkan potensinya ini, anak-anak butuh orang lain sebagai kawan, pendorong, ngerem jalannya, mengarahkan saat melenceng, ngegas saat melempem dan lain-lain.

Untuk itu semua anak memerlukan rasa aman dalam menjalaninya. Salah satu pihak yang harus aktif memberikan rasa aman itu adalah ayahnya. 

Jangan sampai potensi besar anak-anak kita gagal berkembang karena terkungkung oleh keragu-raguan, rasa takut, khawatir dengan konsekuensi atas pilihannya, dan lain-lain.

Keempat rendah hati. Seorang ayah memang memiliki lebih banyak pengalaman, kadang juga pengetahuan. 

Karena durasi umur ayah memang lebih panjang dari anaknya kan ? 

Tapi ingat jaman sudah berubah, tantangan hidup semakin komplek, metode penyerapan ilmu dan lapangan aplikasi pengetahuan sudah berkembang berkali lipat. 

Apa yang dulu terbaik di era ayah, di era anak bisa sudah sangat lain ceritanya. 

Cerita tentang bintang adanya di langit, itu jaman ayah dulu. 

Di era anak-anak kita sekarang, bintang bertebaran di ruang-ruang kelas, di sekolah, kampus, ruang-ruang kerja. 

Maka tidak ada sikap yang lebih arif kecuali rendah hati. Semakin rendah hati biasanya ayah juga makin ganteng lo he he ...

Kelima fleksibel. Lagi-lagi karena dunia sudah berubah maka kita sebagai ayah harus bisa membedakan mana persoalan akar (aqidiyah) mana persoalan cabang (furuiyah).

Kalau dalam istilah managemen ada anjuran untuk mendahulukan yang utama dengan tetap bijak memperlakukan persoalan yang berada di kuadran kedua, ketiga dan keempat.

Kalau kita bisa menjadi ayah yang fleksibel secara arif, maka kita tidak akan pernah lagi mendengar pertengkaran ayah dan anak. 

Yang ada adalah diskusi dari satu ide ke ide yang lain, dari satu gagasan ke gagasan yang lebih baik.

Dengan begitu keluarga kita jadi tambah shalihah. Inilah benih usrah muslimah. Usrah Muslimah adalah bekal penting menuju biah shalihah dan seterusnya.

Begitulah kesukaan saya pada buah alpokat membawa saya pada posisi pola pikir ayah keren, alhamdulillah.

1 komentar untuk "AYAH YANG MATANG"