Ayah dan Masa Depan Anak


Oleh Ayah Syam

Founder Komunitas Ayah Keren

Menjadi ayah itu nyenengke. Karena sudah menjadi fitrah di mana setiap ayah memiliki keinginan agar kehidupan baiknya (amal shalih) bisa dilanjutkan oleh yuniornya. 

Yunior di sini adalah anak-anaknya. Meski yang dimaksud sebagai anak tidak selalu bermakna anak biologis, tapi juga anak ideologis. Nah secara fitrah kita akan lebih menginginkan anak ideologis ini hadir dari anak biologis kita.

Untuk itu Allah telah memberikan jalan yaitu melalui peran ayah dalam pendidikan anak-anaknya. Rasul menyampaikan bahwa setiap anak lahir dalam keadaan fitrah, lalu bapaknya diberi kewenangan untuk memanage fitrah itu biar tumbuh dan berkembang menuju puncaknya. 

Lalu ada peringatan jangan sampai anak kita terpengaruh dalam kehidupan dan pola pikir Yahudi Nasrani dan majusi karena akan menyimpangkan fitrahnya ke jalan yang bengkok. Yaitu jalan orang-orang yang dimurkai Allah atau jalan orang-orang yang Allah disesatkan. 

Untuk itu seorang ayah mesti aktif terlibat dalam proses pertumbuhan anak baik akidahnya, emosinya, intelektual maupun fisiknya. Ini tidak sekedar akan menjadi  langkah penyelamat fitrahnya saja, tapi sekaligus akan menjadi proyek pengembangan potensinya.

Telah banyak jurnal yang menjelaskan bahwa keterlibatan ayah dalam proses perkembangan anak memiliki peran penting dalam menjaga fitrah dan mendorong kesuksesan anak di masa depan. Maka kehadiran ayah dalam mendidik anak adalah sebuah kewajiban.

Idealnya, mengasuh dan mendidik anak, harus ada kerjasama yang saling melengkapi antara ayah dan ibu. Jika hal tersebut tidak memungkinkan, maka salah satu pihak hendaknya merangkap kehadiran pihak lain. 

Walaupun tentu saja ini tidak seideal sebagaimana jika kedua orang tua bisa hadir bersama dalam pengasuhan anak. Karena ayah dan ibu merupakan dua sosok pendidik yang memiliki modal dan karakter yang berbeda. Dua karakter yang sama-sama dibutuhkan oleh anak-anak kita. Anak-anak wajib hukumnya diberikan asupan karakter keduanya, maskulin dan feminim secara proporsional.

 Jika seorang ayah menyadari keterlibatannya sangat penting dalam pendidikan anak-anaknya, tentu saja ia akan memprioritaskan waktu pikiran dan tenaga untuk membersamai mereka. Hadir untuk mentransfer karakter maskulin yang melekat pada dirinya sebagai ayah, kepada anak lelakinya. Juga sebagian untuk anak perempuannya, misalnya melatih ketegasan, menonjolkan rasio, melatih mental persaingan dan lain-lain. Agar karakter feminim yang melekat dalam dirinya menjadi lengkap.

Secara fitrah, figur ayah lebih menonjol pada aspek  ketegasan, ketegaran, keuletan dan keperkasaan. Karakter inilah yang dapat melengkapi figur ibu yang cenderung lebih lembut, penyayang, teduh dan pendengar yang baik.

 Seorang ayah juga harus menempatkan diri untuk berperan sebagai teman, pelindung, pelipur lara, tempat bertanya, tempat mencurahkan hati, pemberi pertimbangan, penyemangat, pendukung gagasan, pencerah, pemberi ketenangan dan sebagainya.

Pada saat yang sama ayah juga dinobatkan sebagai guru, fasilitator, motivator, penasihat serta role model bagi anaknya.

Menjadi ayah itu memang nyenengke kok. Tugasnya banyak banget. Dan berat-berat lagi he he ...

Habis itu besok dimintai pertanggungjawaban di akhirat. Sebagaimana kaidah kullukum mas'ulun 'an ro'iyatihi (setiap pemimpin dimintai pertanggungjawaban sesuai kewenangan yang dimilikinya).

Untuk membantu para ayah, memudahkan pertanggungjawaban tersebut, berikut beberapa hal yang bisa menjadi perhatian para ayah :

1. Keterlibatan ayah dalam mendidik anak di rumah bersifat informal dan fleksibel, sehingga tidak membutuhkan jadwal ketat. Sehingga ayah bisa memulai kapan saja dan dalam kegiatan apa saja. Bisa sambil bermain, menerima tamu, kerja bakti di kampung, atau  saat melakukan pekerjaan rumah. 

2. Dari sisi waktu sangat longgar. Keterlibatan dalam mendidik anak dapat dilakukan sepanjang waktu  dari bangun pagi hingga menjelang tidur malam.

Durasinya juga panjang yaitu sejak dari anak kita bayi hingga tumbuh menjadi remaja.

Saat anak-anak masih balita, kita mesti miliki skills tentang bagaimana cara mengganti popok, membuatkan susu, mengantar anak ke kamar kecil atau membacakan buku cerita.

Saat anak kita remaja, kerelaan kita menyediakan kuping buat tempat dia menumpahkan segala cerita.

Lalu mendiskusikan solusi atas tantangan yang dihadapinya, membuat planning tentang masa depannya dan lain-lain.

3. Saat di pagi hari, ayah dapat memandikan anak balitanya,  bercengkerama, memakaikan baju, mengajak sarapan, dan mengantar sekolah. Beri sentuhan hangat agar anak merasa nyaman bersama ayahnya.

4. Siang hari adalah jadwal ayah bekerja. Di saat itu ayah tidak bisa membersamai secara fisik. Yang bisa ayah lakukan adalah memantau dan memastikan anak-anak kita berada di sekolah dengan baik, kalau bisa menjemput dan mengantar pulang sekolah itu lebih baik. 

Namun jika tidak bisa melakukannya, pastikan bahwa proses kepulangan anak-anak kita berjalan lancar dan anak-anak kita dalam kondisi baik-baik saja.

5. Malam hari dapat mengajak bermain, bercengkerama, cerita kegiatan hari ini, membacakan buku, mendongeng dan lain-lain.

Jika anak kita sudah remaja, bisa diajak diskusi tentang topik hangat hari ini misalnya. Apa tanggapannya, kenapa bisa muncul persoalan itu, apa alternatif solusi yang bisa kita tawarkan dan kita menyalurkan aspirasi tersebut ke mana.

6. Ayah dan anak tentu lahir beda zaman, karena kalau lahirnya sezaman itu namanya adik kakak he he ...

Maksud saya, kita dan anak kita berada di zaman yang berbeda. Ini artinya, wejangan yang dulu pernah diberikan oleh ayah kita, tidak serta merta bisa kita share ke anak kita apa lagi sambil membawa pesan untuk nge-like and share.

Maka kita harus memilah dan memilih mana di antara wejangan ayah kita dahulu yang hari ini cukup untuk menjadi konsumsi kita sebagai ayah saja dan mana yang bisa kita share ke anak kita.

Sebab untuk wejangan ayah yang sifatnya teknis dan sarana biasanya cepat berubah (mutaghoyiroh) sehingga gampang kadaluwarsa. Di luar itu ada yang bersifat prinsip atau pokok. 

Nah untuk yang bersifat pokok ini dia bersifat tetap (mutatsabitah). Ini yang mesti kita share ke anak kita dengan pesan sponsor jangan lupa like and share yo Le, Nduk anakku.

Jika ini bisa kita lakukan dengan baik, insya Allah meski ayah dan anak hidup di dua zaman yang berbeda obrolannya masih tetap bisa nyambung, wejangannya masih tetap relevan dan diskusinya tetap up to date.

Itulah ayah keren. Jika para ayahnya keren maka insya Allah kelak akan lahir generasi yang makin keren.

Yaitu generasi yang berjaya di dunia dan bahagia di akhirat serta terpelihara dari ancaman api neraka. Sebagaimana doa yang selalu kita panjatkan, Robbana atina fi dunya hasanah, wa fil akhiroti hasanah waqina adzabannar, aamiin.

Itulah generasi pewaris yang selalu kita tunggu kehadirannya. Semoga Allah memudahkan, aamiin.

Posting Komentar untuk " Ayah dan Masa Depan Anak"